PESANTREN DAN MADRASAH, MUNGKINKAH KEDUANYA BERSINERGI?

Sore ini aku melihatnya lagi, gadis remaja usia belasan tahun itu berjalan pelan menyusuri jalan desa, bajunya yang sudah kelihatan lusuh,  menambah kekusutan wajahnya yang tampak kelelahan. Tas gendong yang penuh dengan buku kelihatan terlalu berat di punggungnya hingga membuat tubuhnya harus sedikit membungkuk.

Ya, gadis itu baru saja pulang dari sekolah di salah satu Madrasah Tsanawiyah Negeri, hampir setiap hari, di awal sore aku melihatnya bersama teman-temannya, mereka yang tanpa canda, tanpa tawa. Apakah karena mereka sedang menyimpan sisa tenaga dan pikirannya untuk kegiatan selanjutnya, mengaji sampai malam nanti, aku tidak tahu.

Di pesantren modern yang sekarang sering disebut boarding school, antara kegiatan mengaji dan sekolah dikelola oleh satu lembaga yang memungkinkan semua kegiatan terintegrasi, jadwal kegiatan sekolah dibuat dengan mempertimbangkan beban dan jadwal mengaji, begitupun sebaliknya, jadwal kegiatan mengaji  dibuat dengan mempertimbangkan beban dan jadwal sekolah. Hal ini memungkinkan sekolah cukup hanya dari jam tujuh pagi sampai jam dua belas siang dan mengaji dilaksanakan di sore dan malam hari, masih ada waktu siang sampai dengan sore untuk istirahat, jika ada tugas dan PR sekolah diberikan dengan memperhitungkan jadwal mengaji dan beban santri, atau mungkin sekolah sudah menerapkan pelajaran tanpa PR.

Berbeda dengan nasib para santri yang nyantri di pesantren salaf dan bersekolah di luar pesantren. Antara sekolah dan pesantren mempunyai kebijakan dan aturannya sendiri-sendiri.

 

Di satu sisi, sekolah ingin siswa berprestasi dan menjadi sekolah  unggulan. Untuk itu, sekolah menggunakan banyak cara untuk mencapai tujuan, dari penambahan les, dan pemberian PR. Bahkan, jika sekolah di bawah Kementerian Agama seperti di MI, MTs dan MA, mata pelajaran lebih banyak, pelajaran agama dibagi lagi menjadi pelajaran aqidah akhlak, qur’an hadits, SKI, fiqih dan bahasa arab, ditambah program mandatori tahfidz al-Quran.

Disisi lain, pondok pesantren juga ingin santrinya memahami  ilmu agama dan atau menjadi hafidzul-qur’an. Untuk itu, pesantren juga mempunyai banyak program untuk mewujudkannya, dari jadwal mengaji yang padat, murojaah, amaliyah dini hari, pemberian tugas atau PR, dan lain-lainnya.

Kondisi seperti ini akan memberatkan santri/siswa. Ingat, bahwa sekolah dan pesantren mempunyai misi yang sama, yaitu menciptakan santri/siswa dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang baik dan untuk itu diperlukan kondisi yang nyaman dan menyenangkan dalam pembelajaran.

untuk itu sangat diperlukan koordinasi, rasa saling membantu , sinergitas dan kerja sama yang erat antara pesantren dan sekolah agar kedua lembaga dapat berjalan bersama tanpa memberatkan santri/siswa. Apakah ini cukup? Tidak. Karena ini hanya penyelesaian yang bersifat lokal.

Dua diantara banyak tugas Kementerian agama adalah menaungi pendidikan di madrasah dan menaungi pesantren. Artinya, Kementerian Agama juga seperti pesantren modern atau boarding school, kalau pesantren modern saja bisa, saya yakin Kementerian Agama juga bisa membuat terobosan, aturan dan kebijakan agar pesantren salaf bisa bersinergi dengan sekolah madrasah. Menurut saya ini penting, jumlah santri/siswa yang seperti ini banyak, jangan sampai para santri/siswa itu merasakan pahitnya istilah masa lalu, “masa remaja kurang bahagia” dan menjadi anggota “Pasukan Kurang Turu”.

Kalau kamu bertanya kepadaku, “apakah kamu punya solusinya?”, dengan mantap akan kujawab, “kasih tau gak ya?”.

Oleh : MH. ATHO ASSALAMI

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shares